Menurutnya, akar permasalahan bisa sangat kompleks. Sebab, bukan tiba-tiba jika seorang anak masuk menjadi anggota kumpulan tersebut. Ada proses yang menyertainya, mulai dari suasana di dalam keluarga yang kurang kondusif hingga pada pencarian identitas bagi remaja atau siapa pun yang ingin mengekspresikan jati dirinya.
"Disaat dia berbuat sesuatu yang dianggap negatif dan hanya merugikan dirinya sendiri, mungkin tidak akan timbul masalah besar. Namun ketika dia mengajak bahkan merekrut teman lain untuk berbuat kriminal, maka keresahan di tengah masyarakat akan semakin menjadi," ujar Agung, saat ditemui di tempat kumpul BB, di kawasan Jalan Reog, Bandung pekan lalu.
Lebih jauh Sang El Presidente menuturkan, harus diubah persepsi masyarakat mengenai sebutan klub atau geng bermotor liar pada kelompok-kelompok tersebut. Sebab, faktanya mereka adalah sekelompok pelaku kriminal yang kebetulan menggunakan sarana kendaraan sebagai salah satu alat yang digunakan.
"Sementara kami bukanlah kelompok yang bisa dikategorikan sebagai geng atau gerombolan bermotor yang tak jelas visi serta tujuannya. Kami adalah pencinta keindahan lewat kreasi berkendaraan terutama seni memperlakukan motor tua. Asas yang membungkusnya adalah persaudaraan," katanya menambahkan.
Jadi, kata Agung, mesti dibedakan antara geng atau gerombolan bermotor dengan motorcycles club (MC). Setidaknya komunitas tempatnya berekspresi atau seperti juga klub motor lainnya memiliki AD/ART, identitas jelas secara fisik, terbuka dan kooperatif untuk turut mengembangkan hal-hal yang positif, memiliki sekretariat. Sedangkan kelompok yang dianggap liar, kebalikannya, tidak memiliki itu semua dan tumbuh tak terkendali.
"Tapi yang jelas, kondisi kejiwaan yang ada pada anak muda, terutama laki-laki yang butuh tantangan, berani dan berwatak keras, juga ada pada setiap anggota kumpulan atau kelompok bermotor manapun. Jelas mereka perlu saluran yang benar dan positif," ujarnya mengakhiri obrolan. (dih)***
source pikiran-rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar